CALEG OH CALEG

Kampanye sudah di mulai. Masa ramai dengan tebaran spanduk, pamlet, stiker, kartu nama, baliho itu kini kembali. Selain itu yang juga ramai adalah masa kampanye dari partai partai yang lumayan banyak jumlahnya, yakni 12 partai. Aku tidak menggerutu karena pesta demokrasi 5 tahunan itu, namun karena macetnya jalanan di banyak waktu karena aktivitas partai tersebut. Kemacetan membuat jalurku menuju tujuan mengantar barang ke toko toko seringkali terhambat.
*****
Kalau di pikir pikir apa sih enaknya menjadi caleg. Menjadi caleg hanya berarti satu hal yakni mengeluarkan begitu banyak biaya untuk memperkenalkan diri kepada konstituen. Hal ini dapat aku ketahui dari seringnya aku berdiskusi dengan seorang tetanggaku yang adalah seorang caleg, namanya Pak Tarno.
“Wah besar mas, biaya untuk menjadi caleg. Untuk memesan kartu nama 50 saja minimal 50 ribu. Untuk memesan spanduk 4 X 1 perlu 100 ribu. Belum kampanye mengundang tetangga yang perlu kopi, kue dan sedikit cinderamata. Pak Tarno berbagi sedikit rahasianya padaku di satu sore selepas magrib sembari ngopi di warung bu Tarno. Warung Pak Tarno akhir akhir ini memang ibarat gedung pertemuan karena banyaknya warga yang rajin ke sini, maklum Pak Tarno sekarang menggratiskan ngopi di warungnya. Tapi tentu saja kedatangan warga setiap malam selalu di isi acara penyampaian visi misi partainya pak Tarno, sekali pun secara tidak resmi dan penuh canda tawa.
“Kalau sudah tahu biaya caleg mahal kenapa masih di jalani, pak. “
“Ya Ini kan satu usaha merubah nasib, Mas. Kalau tidak berusaha kita tidak akan bisa tahu gagal ataukah berhasil usaha kita.”
Ah, merubah  nasib ataukah memperburuk nasib. Merubah nasib harus dengan perhitungan matang. Menurutku hanya tokoh sekelas Jokowi yang bisa mendapatkan Bilangan Pembagi Pemilih atau harga satu kursi di satu dapil. Misal penduduk satu daerah 100 ribu memperebutkan 20 kursi maka harga satu kursi adalah 5000, artinya orang tersebut harus di kenal dan di pilih oleh 1/20 jumlah orang di daerah tersebut. Maka sangat kecil kemungkinan orang biasa biasa dengan jumlah dana kampanye biasa biasa saja bisa terpilih menjadi anggota legislatif.
*****
Kampanye partai politik makin memanas waktu demi waktu, hari demi hari semakin dekat waktu pemilihan. Pak Tarno makin serius kampanye untuk pileg yang di ikutinya. Jika dulu orang hanya di gratiskan untuk mengopi di rumahnya, kini orang juga di gratiskan untuk makan malam di rumahnya. Akibatnya tentu saja warung Pak Tarno makin ramai, bahkan sampai membuat jalan di depan rumahnya menjadi macet setiap malam. Jika dulu orang yang berkumpul di rumah Pak Tarno hanya segelintir orang kini orang yang datang setiap malamnya jumlahnya ratusan. Pak Tarno pun makin sibuk melayani tamu tamu yang datang. Rumahnya seperti tengah mengadakan kenduri setiap malamnya.
“Wah makin rame ya pak,” kataku lagi lagi di malam minggu ini. Aku memang biasa bersantai di warung Pak Tarno setiap malam minggu bersama kawan kawan karena warung Pak Tarno sangat luas dan strategis untuk sekedar ngobrol ngalor ngidul.
“Yaitu Mas, mudah mudahan terpilih.”Kata Pak Tarno sambil tersenyum lebar.
“Tapi apakah bapak yakin bahwa mereka yang bapak gratisin makan ini benar benar akan memilih bapak.”
“Ya, Iyalah Mas. Mudah mudahan mereka akan memilih saya semua. Tim sukses saya di tiap RT juga sudah melakukan hal yang sama. Saya punya tim sukses yang saya gaji 500 ribu dalam 5 bulan ini di tiap RT di dapil saya.”
Aku makin tertegun mendengar cerita Pak Tarno, kasihan padanya. Namun diam diam aku juga mengagumi semangatnya. Bahwa manusia memang di haruskan untuk berusaha semampunya untuk memperbaiki keadaan, memperbaiki kehidupannya.
Namun kulihat keramaian yang makin bertambah telah menyebabkan berbagai kekisruhan, bahkan perkelahian antar pemuda kampung. Aku cuma berharap semuanya cepat berakhir. Agar keadaan tidak makin memburuk.
*****
Akhirnya hari pemilihan umum tiba. Beberapa hari suasana kembali menjadi menyenangkan bagiku. Jalanan menjadi lengang, tembok dan tiang bersih dari segala macam atribut partai dan caleg. Ganti suasana di TPS TPS yang sangat ramai. Dan masing masing menanti hasil yang di perjuangkannya. Yang mendapatkan tujuannya tertawa bahagia.
*****
Warung Pak Tarno sudah sangat lama tutup, sejak 6 bulan lalu. Aku dengar Pak Tarno pindah ke kampung halamannya di pedalaman. Pak Tarno ternyata tidak berhasil menjadi caleg. Dari bisik bisik tetangga kudengar ternyata Pak Tarno meminjam uang 500 juta ke bank untuk membiayai semua kampanye dan makan gratis di warungnya. Warung yang di kelolanya tidak mampu membayar besar cicilan bank dari sebab pinjamannya. Akhirnya rumahnya yang sangat strategis itu pun harus di jual untuk membayar kewajiban utang utangnya. Parahnya lagi kudengar istrinya dan anak anaknya pergi meninggalkannya.
*****
Satu siang aku sedang santai duduk di satu warung makan. Sambil melepas penat setelah setengah harian bekerja aku duduk sambil memainkan game di HP ku sambil sesekali menyeruput segelas es campur. Di tengah suasana santai tersebut tiba tiba mataku tertuju pada sesorang yang sedang mengais ngais sampah di depan. Aku kaget dan tertegun, dia tidak menghiraukan panggilanku, cuma senyum senyum dan tertawa tawa. Aku menjadi kaku, bibirku tak bisa lagi berkata. Hanya suara hati, Pak Tarno Oh Pak Tarno.


BERLANGGANAN ARTIKEL-ARTIKEL MENARIK LAINNYA

0 Response to "CALEG OH CALEG"

Post a Comment