Jurus Revolusi Mental Para Medis
Lombok, Info Breaking News- Pelatihan yang diperuntukkan bagi para tenaga kesehatan bertajuk Global Health True Leaders (GHTL) 2.0 yang digelar di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, 16-23 Juli, sukses dan sesuai target yang diharapkan.
Ajang ini memang sengaja memilih tempat di NTB karena mengacu pada tingginya prevalensi stunting dan aspek budaya yang kental di provinsi ini. Event ini pun sukses diselenggarakan oleh Indonesia One Health University Network (Indohun) dengan kontribusi dari berbagai universitas dan lembaga-lembaga pemerhati kesehatan dari dalam dan luar negeri.
Pelatihan ini mengedepankan pentingnya kolaborasi seluruh tenaga kesehatan dalam mengatasi permasalahan kesehatan global melalui pendekatan budaya. Pendekatan budaya memerlukan perhatian khusus dalam pengentasan isu kesehatan pada komunitas yang kesehariannya masih kental dengan budaya.
Menurut data World Health Organization (WHO), stunting mencerminkan terjadinya kekurangan gizi kronis selama periode paling kritis pertumbuhan dan perkembangan di awal kehidupan (0-59 bulan) sehingga pertumbuhan anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.
Khusus di Indonesia, stunting masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, persentase status stunting Indonesia mengalami fluktuasi. Pada 2007 stunting di Indonesia terdata sebesar 36,8%; turun sebesar 1,2% pada 2010 sebesar 35,6%; dan meningkat lagi sebesar 1,6% menjadi 37,2% pada 2013. dan tahun. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2015, menunjukkan bahwa sebesar 29% balita di Indonesia mengalami stunting. Meskipun terhadi penurunan prevalensi stunting dari tinggi (30-39%) ke rendah (20-29%), prevalensi ini belum cukup memenuhi kriteria WHO mengenai batas maksimum prevalensi stunting untuk kepentingan kesehatan masyarakat, yaitu kurang dari 20%.
Berdasarkan studi ilmiah de Onis dan Branca (2016), stunting pada anak adalah indikator kesejahteraan anak-anak dan ketidaksetaraan sosial yang sangat representatif dan akurat. Berdasarkan data dari Kemenkes, stunting di NTB selalu memberikan prevalensi tinggi, dari 36.43% pada 2014, dan 34,69% pada 2015.
Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Wiku Adisasmito, menggarisbawahi pentingnya revolusi mental pendidikan melalui kolaborasi lintas universitas dan lintas negara dalam mengatasi isu kesehatan global.
“Permasalahan kesehatan bukanlah isu yang bisa dikotak-kotakkan pada bidang ilmu yang terpisah. Permasalahan kesehatan pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor dan cara mengatasinya memerlukan kolaborasi multidisiplin yang perlu dibiasakan sejak dini dalam proses pendidikan," ungkap Wiku dalam rilis yang dikirim ke redaksi.
Lanjut Wiku, tidak bisa dipungkiri bahwa kesehatan hewan juga memengaruhi kesehatan manusia terkait sumber pangan dan interaksi keduanya dalam keseharian. Sehingga, penyelesaian masalah kesehatan dengan konsep One Health akan berpotensi memberikan solusi yang lebih komprehensif daripada pendekatan keilmuan yang terkotak-kotak, baik dalam usaha promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, maupun pembiayaan.
Peserta GHTL di NTB meliputi mahasiswa kesehatan serta tenaga dan pemerhati kesehatan muda seperti dokter medis, dokter hewan, perawat, staf LSM, dosen, peneliti, petugas pemerintah, praktisi kesehatan masyarakat yang berasal dari Indonesia dan Filipina.
Tidak hanya dibekali teori melalui pelatihan dan diskusi dalam kelas, para peserta juga dipapar langsung dengan keberagaman budaya baik dalam keseharian antarpeserta maupun dalam praktik langsung dengan masyarakat.*** Edward Supusepa.
from Berita Investigasi, Kriminal dan Hukum Media Online Digital Life https://ift.tt/2LChhPM
0 Response to "Jurus Revolusi Mental Para Medis"
Post a Comment